Saya adalah seorang pegawai swasta yang bergerak dalam bidang
komputer. Beberapa minggu yang lalu saya ditelpon melalui HP untuk
memperbaiki komputer pada salah satu pelanggan yang belum saya kenal
yang jelas suaranya seorang wanita, saya perkirakan berumur 25 tahunan
karena suaranya sangat manja dan dewasa.
Pada waktu yang ditentukan saya datangi,
rumahnya tak terlalu luas tapi cukup apik penataan taman, saya pencet
bel, yang keluar seorang wanita setengah tua dengan penampilan yang
mempesona, dengan kulit bersih tanpa make up dan bibirnya yang sensual
hingga membuat buyar konsentrasi. Setelah beberapa saat menunggu di
ruang tamu saya dipersilakan masuk ke ruang kerja, dimana komputer
tersebut berada. Beberapa waktu berselang selesai pekerjaan saya,
sebelum pamit saya menyuruh mencoba komputer tersebut apa sudah baik
atau masih ada yang tertinggal.
Berawal dari coba mencoba akhirnya saya jadi akrab untuk
berbincang-bincang dengan wanita setengah baya, yang mengaku bernama
Dewi (nama samaran). Yang ternyata seorang istri yang selalu ditinggal
oleh suaminya yang gila kerja. Waktu suaminya hanya tersita oleh
pekerjaan, memang soal materi selalu diberikan dengan sangat cukup tapi
soal batin yang tak pernah terpikirkan oleh suaminya terhadap istrinya,
saya pikir hal ini persoalan klise belaka, tetapi dampaknya sangat
berarti bagi kehidupan berumah tangga.
Tak terasa waktu berjalan terus seiring dengan konsultasi Dewi
terhadap saya tentang persoalan rumah tangganya, katanya saya dapat
berbicara seperti konsultan rumah tangga, hal ini memang saya akui suatu
kelebihan saya bila menghadapi wanita yang sedang dirundung musibah,
tapi bukan sebagai kedok untuk berbuat yang tidak-tidak.
Setelah selesai saya pamit dan memberikan No. HP saya dengan pesan bila terjadi sesuatu dan memerlukan saya hubungi saya.
Beberapa hari kemudian saya ditelpon untuk bertemu disuatu tempat yang
menurut saya sebagai tempat yang sangat romantis bagi dua insan yang
sedang kasmaran namanya (ada aja).
“Mas, saya sangat berterima kasih atas konsultasinya waktu lalu”, ujar Dewi dengan mata yang sendu dan bibir tergetar halus.
“Saya hanya orang biasa yang hanya dapat berbicara untuk mencari jalan
keluar”, jawab saya sebisanya karena dengan tatapan matanya saya dapat
merasakan getaran birahi yang sangat besar.
“Saya ingin Mas temani saya untuk berbagi rasa dengan perasaan Mas yang sebenarnya”
Wah mati aku, akhirnya saya bimbing kedalam tempat yang nyaman dan
privacy. Bagaikan seorang kekasih saya berkasi-kasihan diatas sebuah
ranjang empuk dan berudara nyaman.
Saya lumat bibirnya dengan penuh perasaan dan saya genggam kedua
telapak tangannya sehingga kami merasakan kebersamaan yang bergelora.
Lidahnya terus bergoyang didalam rongga mulut seirama dengan alunan
musik bossas. Lama kami ber ciuman mesra, kurengkuh lehernya dengan
jilatan halus yang merindingkan bulu kuduknya, Dewi melenguh.
“Mas terus Mas jangan kecewakan saya” sebentar-bentar tangannya
bergreliya ke dada dan selangkangan saya, tak tinggal diam dengan gaya
yang meyakinkan saya kecup putingnya dengan sedotan-sedotan kecil dan
gigitan mesra, bibir saya meluncur kebawah menuju pusar, saya mainkan
lidah saya dibundaran pusarnya wah wangi farfumnya menyentuh birahi
saya. Tangannya merengkuh alat pitas saya yang sudah tegang, Dewi kaget,
mass kok besar sekali, saya bisikan, jangan takut pasti muat. Memang
Dewi belum dikaruniai anak, jadi masih seperti perawan, apalagi punya
suaminya tak terlalu besar.
Saya jilat permukaan vaginanya, Dewi bergelinjang menarik pantatnya hingga menjauhi bibir saya, saya terperanjat, kenapa?
“Mass saya belum pernah seperti itu, maaf yah”, saya hanya tersenyum dan
meneruskan permainan bibir kebagian betis dan seluruh paha.
Beberapa waktu berselang tangannya mendekap kepala saya dengan sangat
kencang seolah-olah tak mau dilepaskan, sesak napas saya. saya tau Dewi
sudah klimaks tapi dalam dalam benak saya ini baru permulaan. Setelah
dekapannya melemah saya baringkan celentang, terhamparlah padang rumput
dan pegunungan yang indah seindah tubuhnya tanpa sehelai benangpun.
Dengan gaya konpensional saya mulai melaksanakan tugas saya sebagai
seorang lelaki, saya selipkan punya saya disela-sela bibir kemaluannya
hingga ambles kepalanya, Dewi menjerit kecil.
“Mass, tahan Mass ngiluu Mas terlalu besar”.
Memang saya sadar dan tak langsung main tancap, saya tarik dan tekan
secara perlahan-lahan, setelah vaginanya teradaptasi Dewi berubah dengan
gaya yang agresip ditekan pantatnya ke atas hingga punya saya ambles
semua, saya imbangi dengan gerak-gerakan yang atraktif, saya balikkan
tubuhnya, saya dibawah dan Dewi di atas dengan demikian Dewi lebih
leluasa untuk mengekspresikan birahinya yang selama ini tertahan. Benar
adanya dengan gerakan yang dahsyat Dewi bergerak naik turun sambil
berdesis-desis hingga saya bingung membedakan antara desisan bibir bawah
dengan bibir atas. Beberapa saat kemudian Dewi mengejan dan menegang
sambil menggigit dada saya, setelah itu saya tak mau kehilangan momen
saya lakukan penyerangan dengan gaya profesional atas, bawah, depan,
belakan, kiri dan kanan, hanya satu yang tak mau saya paksakan yaitu
mengoral punya saya, karna saya tau Dewi nanti stress, saya pikir bila
nanti pada satnya tiba mungkin bukan batangnya yang dilumat tapi
sekalian bijinya dan sangkarnya.
“Dewwii saya mau sampai nihh. saya keluarin dimanaa?”
“Mas di luar saja dulu yah”.
Dengan secepat kilat saya tarik kemaluan saya dan saya keluarkan di
dadanya hingga beberapa semprotan protein meleleh diantara dua bukit dan
sedikit terciprat ke dagu. Setelah semprotan terakhir keluar, matanya
terbuka dan tangannya menggenggam kemaluan saya, tanpa saya sadari
dikulumnya kemaluan saya, hingga saya terperajat dan tak yakin, yah
mungkin inilah yang dinamakan puncak dari birahi kaum hawa yang sudah
mencapai batas ambang sehingga tak berlaku lagi rasa malu, jijik, dan
kotor yang ada hanya nafsu dan nafsu.
Tanpa istirahat kemaluan saya bangun kembali sehingga menegang sampai
kuluman mulut Dewi terasa sempit dan rongga mulutnyapun membesar.
Gerakan maju mundur mengakibatkan saya bergelinjang kekanan dan kekiri
sambil sesekali mencengram rambutnya yang terurai lepas. Konsentrasiku
hampir terganggu dengan gerakannya yang cepat hampir klimaks saya
dibuatnya, tapi sebelum itu saya lepaskan untuk mengurangi ketegangan
saya, saya balik menyerang dengan jari jemari menari-nari diseputar
liang vaginanya dan sesekali menggesekkan ke area G-Spot wanitanya
sehingga Dewi merancau tak karuan, tangannya menarik sprei hingga
terlepas dari sangkutannya. semakin lama semakin dahsyat pergolakan
birahi saya dan Dewi, saya rasakan aliran cairan hanggat membasahi jari
saya dan tak mau ketinggalan moment yang indah ini saya balikan tubuhnya
sehingga tengkurap dan saya tekan dengan kemaluan saya dari arah
belakang, Dewi meringis.
“Mas pelan-pelan, ngilu”
Saya atur irama sehingga lama kelamaan menjadi asyik dan Dewipun
melakukan gerakan yang membuatnya bertambah assyik dan masyukk. Dadaku
bergetar ketika hasrat itu akan mencapai puncak, ku tarik kemaluanku dan
kusemprotkan ke atas punggungnya dangan kedua tangan ku mencengram
kedua bongkah pantatnya yang masih kencang untuk ukuran Dewi. Dan lubang
anusnya masih bersih tak ada tanda-tanda bekas gesekan atau luka atau
penyakit wasir, nafsu saya melihatnya tapi hasrat itu saya pendam,
mungkin (dalam benak saya) lain waktu Dewi meminta untuk di setubuhi
anusnya karena memang bila nafsu sudah datang birahipun memuncak yang
pada akhirnya dunia terasa sangat-sangat indah melayang-layang dan sukar
diutarakan yang ada hanya dirasakan. Pikiran ngeres saya ternyata
terbaca oleh Dewi, dengan sedikit mesra tangannya menarik kepalaku dan
membisikan sesuatu.
“Mas, coba dong masukin dari belakang, Dewi ingin coba sekali aja tapi pelan-pelan yah”.
Antara sadar dan tak sadar saya anggukan kepala tanda setuju. Karena
badan saya sangat lelah saya istirahat sebentar dan membersikan
sisa-sisa mani yang menempel pada kaki dan perut. Saya minum beberapa
teguk minuman yang dihidangkan dikamar tamu, setelah rilek saya kembali
kekamar, ternyata Dewi masih tergolek diatas tempat tidur dalam posisi
tengkurap, wah inilah yang dinamakan lubang surga, terletak hanya kurang
lebih tujuh centimeter antara lubang vagina dengan lubang anus. Saya
berfikir mana yang lebih sempit, wah yang pasti lubang anus yang lebih
sempit, tanpa basa-basi saya mainkan jari saya dengan sedikit ludah
untuk pelicin kesekitar permukaan anusnya, Dewi terbangun dan merasakan
adanya sesuatu yang lain dari pada yang lain, dan jariku terus menusuk
nusuk lubang anusnya, saya tidak merasa jijik karena memang anus Dewi
bersih dan terawat.
Dengan hati-hati saya masukkan kejantanan saya kedalam anusnya, susah
sekali masukinnya karena memang punya saya besar dibagian kepalanya
sedang Dewi anusnya masih sangat rapat, saya nggak abis akan saya
ludahin agar licin, lama-lama kepala kemaluan saya masuk kedalam
anusnya, Dewi menjerit kecil, saya tahan beberapa saat kemudia dengan
rileks saya tekan setengah dan tarik kembali, begitu terus-enerus
sehingga Dewi merasakan sensasi yang luar biasa.
“Mas kok enak sih, lain gitu dengan melalui vagina”.
Saya pun waktu itu baru merasakan lubang anus tuh seperti itu, menyedot
dan hangat, hampir-hampir saya tidak kontrol untuk cepat-cepat keluar,
dengan tarik nafas secara perlahan saya bisa kendalikan emosi saya
sehingga permainan berjalan dengan waktu yang panjang, Dewi meringis dan
bola matanya sebentar-bentar putih semua menandakan birahi yang sangat
dahsyat.
Kemaluan saya semakin tegang dan berdenyut tanpa memberi tahu kepada
Dewi saya semprotkan mani saya kedalam liang anusnya, Dewi kaget dan
mengejan sehingga kemaluan saya seakan-akan disedot oleh jetpump
kekuatan besar. saya tergeletak diatas punggungnya sambil memeluk
perutnya yang indah, walaupun ada sedikir kerutan, karena memabg umur
tidak bisa dikelabui, saya dan Dewi tertidur sejenak seakan
melayang-layang di dunia lain. Kami bersetubuh dengan kemesraan hingga
dua jam setengah sebanyak tiga ronde dipihak saya.
Saya lihat tatapan matanya mengandung kepuasan yang sangat dahsyat
begitu pula saya sehingga membuat motivasi saya untuk bersetubuh dengan
wanita-wanita setengah baya yang memang membutuhkan siraman biologis,
karena wanita setengah baya secara teori sedang dalam puncak-puncaknya
mengidamkan kepuasan birahi yang tinggi, istilahnya sedang mengalami
fase puber kedua, apalagi bila sang suami tak memberikannya. Saya memang
lebih menyukai wanita setengah baya dari pada ABG, karena wanita
setengah baya mempunyai naluri kewanitaan yang besar sehingga dalam
bersetubuh dapat saling memberikan respon yang sangat artistik bila
dilakukan dengan mesra.
Setelah kami mandi kamipun bergegas untuk kembali pada tugas
masing-masing, dari akhir pembicaraan saya dengannya, saya dipesankan
agar merahasiakan hubungan ini, setelah itu saya diselipkan sehelai cek
untuk konsultasi katanya. tanpa kwitansi dan tanda terima seperti
biasanya bila terjadi transaksi. Sebenarnya saya tak tega mengambil cek
tersebut, karena apa yang saya lakukan dengannya adalah sama-sama iklas
sehingga hubungan menjadi sangat sangat sangat asyik masyuk, tapi saya
pikir uang buat Dewi nggak masalah karena memang untuk biaya pengeluaran
lebih kecil dari pada yang diterima dari suaminya, selain itu saya juga
sedang memerlukan biaya untuk memperbaiki kendaraan saya yang secara
kebetulan pada waktu itu sedang mengalami perbaikan mesin.
Setelah peristiwa itu saya masih terus dihubungi bila Dewi perlu, dan
pernah saya dikenalkan dengan rekan-rekan yang senasib dan saya pernah
dihubungi oleh teman-temanya dengan saling menjaga rahasia satu sama
lain, tapi ceritanya tak jauh beda, yang jelas saya akan rahasiakan
sampai akhir hayat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar